Rabu, 01 Desember 2010

ENDANK SOEKAMTI – Masih Tetap Punk Warungan, Bukan Punk Starbuck

29 Nov 2010

TIDAK ADA yang berubah dari band pop-punk melodic kondang asal Jogjakarta, ENDANK SOEKAMTI. Perubahan hanya kencang di “perut” Erix Soekamti [vokalis/bass], yang makin tambun dan berat badan yang melonjak drastis dibanding album-album sebelumnya. Sementara personil lainnya seperti Ary Soekamti [drummer] dan Dory Soekamti [gitar] nyaris tak berubah banyak, selain status di KTP yang bergeser dari lajang [kadang-kadang jalang] menjadi sudah kawin.

Ngobrol dengan mereka [sekarang], jauh lebih berisi dibanding obrolan serupa tahun 2003 silam, ketika pertama kali menjejak di industri musik Indonesia lewat album Kelas 1 rilisan Proton Record. Yang menarik, trio punk ‘ndeso’ ini tetap sosok yang humble, cablak, medok dan masih memilih kopi joss bareng pisang goreng atau singkong rebus, ketimbang ngopi di Starbuck dan kue-kue kecil yang harganya mahal di mal-mal Jakarta itu. “Enakan lesehan sambil ngopi-ngopi mas,” celetuk Erix, ketika ngobrol dengan penulis di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Jangan bayangkan sosok yang sok ngartis, meski sudah punya “umat” fanatik dalam Kamties Family yang tersebar di seantero Indonesia. “Merekalah yang membuat kami bertahan,” ujar Erix lagi ketika disinggung soal fans fanatiknya.

+++

Tahun 2010 ini, diakui oleh ES sebagai tahun ‘pencerahan’ setelah merasakan disolasi [kegelapan] di album sebelumnya. Melonjaknya trend pop-melayu diakui atau tidak, menohok band yang genre-nya jelas-jelas tidak pernah jadi trend di Indonesia ini. Album ketiganya –SSSTTT, rilisan Warner Music, diakuinya kalah gaung dengan band-band pop yang sedang melambung. Padahal, band Jogja ini sebelumnya pernah dinobatkan sebagai ‘raja pensi’ tahun 2003-2004 silam.

Album ke-4 bertajuk Soekamti.Com bukanlah album terbaik mereka. Menurut Ary, album ini justru pengulangan dari album sebelumnya, tapi dengan beberapa pembenahan. “Lah tidak ada yang salah dengan album sebelumnya kok mas,” celetuk drummer yang sekarang memilih plontos ketimbang mohawk kacrut.

Di sektor lirik, merupakan lokasi yang paling banyak melakukan pembenahan. “Dulu kita suka-suka dengan lirik dan kata-kata yang kasar. Kayaknya dulu sih asik-asik saja. Tapi setelah kita punya keluarga dan anak, kok rasanya kata-kata kasar itu jadi agak aneh ya,” imbuh Erix yang punya anak bernama God Bless You [meski panggilannya Goku]. “Kalau pun toh ada lirik nakal, kita kemas dengan samar supaya nggak asal njeplak mas,” sambung Dory, gitaris yang dulu termasuk pendiam, tapi sekarang sudah pintar melucu di atas panggung.

Makin dewasa –ah, bilang saja takut dibilang makin tua—membuat mereka “menyembunyikan” lagu Badajidingadan. Bahasa slank di Jogja era 90-an yang coba diangkat lagi oleh ES. Karena artinya yang tidak cocok untuk anak-anak [repotnya, ada juga Kamties yang masih anak-anak], mereka menjadikannya hidden track.

+++

Kamties Family diakui oleh band ini sebagai “obat kuat” yang membuat mereka tetap berdiri sampai detik ini. “Aku juga kadang-kadang heran sama Kamties, kok mau-maunya ngefans dengan kita ya. Padahal dilihat dari sisi manapun tidak ada yang menarik loh, ha..ha..ha,” sambar Dory lagi sambil terbahak. Tapi itulah ES. Mereka malah menggelar jamboreuntuk fans-fansnya. “Yang menggagas mereka sendiri dan yang datang ternyata banyak banget,” ujar Erix sumringah.

Tapi gara-gara Kamties juga, ES kudu pindah basecamp. Pasalnya setiap hari ada saja yang nginep dan nongkrong di basecamp. “Kita tidak pernah nutup diri kok. Biarin saja mereka datang dan nongkrong. Mereka juga tahu kalau tidak kita temani karena lelah, tidak protes juga,” sambung Erix, cowok dengan gigi tengah berkilauan emas ini kalem. Tapi ketika makin banyak yang datang, beberapa pelataran tetangga ternyata terpaksa menjadi tempat tidur Kamties. “Lama-lama kita diprotes juga. Akhirnya kita pindah dan mencari tempat yang agak jauh dari penduduk,” imbuh Ary yang bertutur basecamp sekarang berada di tengah sawah. “Basecamp ndeso mas,” celetuknya.

Single pertama Audisi sudah dibuat klipnya. Nah, ini dia yang lucu. Bintangnya memang Ringgo Agus Rahman, tapi “hura-hura” lainnya adalah Kamties yang sengaja diajak. Malah –konon untuk menghemat bujet—manajer ES, TonyTraX pun, dilibatkan sebagai bintang tamu, meski muncul sekelebat. Bukan sekedar menghemat bujet, karena inilah bentuk apresiasi ES kepada fans yang loyal mendukung setiap aksi dan reaksi Endank Soekamti. Single kedua, Semoga Kau di Neraka, juga sudah didapuk klipnya yang syutingnya dilakukan di Kawasan Kota Tua di Jakarta.

Di album Soekamti.Com ini, ES juga mengadakan “sayembara” untuk lirik lagu yang bakal masuk di album. “Temanya tentang nasionalisme, dan pemenangnya adalah Boy Kamties dengan lagu Berkibar Tinggi,” terang Erix. Oh ya, sekadar informasi, pembuat kover album ke-4 ini adalah juga orang yang pernah membuat kover untuk Blink182. Mahal? “Dia Kamties dan masih mau dibayar pakai rupiah kok.”

+++

Kegelisahan ES lantaran radio, televisi atau pusat promosi konvensional hanya menerima musik atau band-band yang dianggap mendongkrak rating, membuat ES akhirnya “melawan” dengan membuat Soekamti.FM. Bukan radio dengan pemancar seperti biasanya, tapi lebih kepada streaming radio online, meski juga memaki cuap-cuap penyiar. “Kita ingin membantu band-band yang tidak diterima di radio umum,” alasan Erix tentang radionya ini.

Uniknya, penyiarnya adalah band-band yang lagunya di putar di radio itu. “Yah sama-sama menguntungkan bukan? Artinya kita beri mereka kesempatan, mereka beri kita kemudahan juga,” sambung Erix. Mimpi lain yang sedang dipersiapkan adalah Soekamti TV. “Yah, suatu saat kita akan punya tivi sendiri. Ini bukan omon kosong atau mimpi lo mas, tapi tunggu saja,” janji Ary menyambung umpan Erix.

+++

Bicara soal Endank Soekamti, sebenarnya kita bicara soal pengalaman empiris dari musisi yang memilih untuk tidak berada di area popular [atau pop]. Pilihan ini sebenarnya lahir dari sebuah “pemberontakan” akan keadaan yang homogen. Mereka –Endank Soekamti—menolak homogenitas itu dengan menjebol dinding-dinding pakem yang ada. Endank Soekamti [dan Kamties Family], memiliki entitas yang akhirnya disepakati. Entitas adalah sesuatu yang memiliki keberadaan unik dan berbeda, dan tidak selalu dalam bentuk fisik. Perlawanan terhadap keseragaman itu mereka pertontonkan lewat lintas budaya antara musik modern dengan akar budaya lokal.

Musik Endank Soekamti bukanlah musik agitasi atau musik propaganda untuk terror. Mereka adalah musisi yang memberikan “pertempuran” baru yang –konon—mencerdaskan. Dalam area yang berbeda, musik seperti itu kadang-kadang dijuluki musik neopositivisme, yang lahir dari satu sumber pengetahuan, yaitu pengalaman. Musik ini bukan musik yang membingungkan dan membosankan. Karena mereka penganut empirisme logis yang bisa dijelaskan. Bukan sekadar pamer keahlian yang membabibuta. Genre ini meskipun hanya instrumental tapi selalu mencari demarkasi antara pernyataan yang bermakna (meaningful) dan pernyataan yang tidak bermakna (meaningless). Tidak mudah memang memahaminya. Karena tidak ada kosa kata apapun dalam aransemennya, selain karya itu sendiri.

+++

Entitas Endank Soekamti adalah kesahajaan kepada manusia lain. Percaya atau tidak, banyak aktivitas sosial yang digagas oleh ES dan Kamties. Seabrek bencana di sekitar mereka [Jogjakarta pernah kena gempa bumi besar dan Merapi melengkapi bencana itu]. Tentu tak berdiam diri, dengan konsep menggalang persatuan dan persaudaraan, ES juga terlibat dalam konser-konser amal. Tak Cuma bencana, ES juga pernah menggagas konser ketika anak tetangganya tersiram minyak panas. Padahal anak itu bukan siapa-siapa hanya tetangga biasa.

ES dan Kamties-nya pernah berdonasi untuk membelikan sepeda kepada seorang siswi SMP di Jogjakarta. Hal-hal kecil yang mungkin banyak kita tak sempat perhatikan justru jadi perhatian dari ES dan Kamties-nya.

Menurut Erix, Dory dan Ari, Endank Soekamti juga memberikan pembelajaran kepada fansnya, bahwa Punk itu tidak identik dengan kerusuhan dan kekerasan. “Kita sering bilang, punk itu tidak selalu sama dengan rambut Mohawk doang, tapi sikap hidup yang positif,” ujar Erix yang tiba-tiba tampak seperti ustadz ketika mengucapkan kata-kata bijaknya.

+++

Obrolan saya dengan Endank Soekamti rasanya nggak bakal habis kalau diteruskan, tidak selalu serius, karena kadang-kadang muncul celetukan yang tidak ada isinya. Tapi itulah kejujuran band Jogjakarta yang rupanya masih kerepotan memesan kopi di Starbuck, karena kelimpungan tidak mengerti artinya. “Kok enakan di warung ya, beli seribu perak, sudah jadi kopi enak, ha..ha,” sambar Erix, Dory dan Ari sambil terbahak-bahak.

Obrolan ini saya sudahi dengan satu kata kunci, kesetaraan. Hal itulah yang membuat Endank Soekamti tetap disayang oleh Kamties. Saya tidak sedang membandingkan kasta genre musik. Saya ingin mengajak kalian yang benar-benar cinta dengan musik, “lawan” persoalan gengsi dan kasta itu. Di musik itu tidak ada gengsi dan kasta. Yang ada adalah karya. Tidak peduli karya kamu itu busuk sekalipun, orang lain tidak boleh remehkan dan hina-dina.

Ada jargon, di musik tidak pernah ada juara! Artinya, kita tidak bisa menyebut musik yang kita suka adalah paling baik dibanding musik lain. Musik yang paling berkelas di banding yang lain. Rasanya amat naïf kalau hal itu muncul ke permukaan. Musik is musik! Jadi, mari menikmati musik, apapun genrenya tanpa perbedaan kasta dan gengsi! ENDANK SOEKAMTI sudah membuktikan hal itu!

*obrolan bareng djoko moernantyo di suatu malam sambil ngopi starbuck yang mahal harganya… 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar